Pernikahan adalah pintu gerbang dalam kehidupan. Setelah nemasukinya, kita akan banyak memulai hal baru. Tak jarang kita juga akan menemui perubahan, terutama soal peran. Selain sebagai pasangan, pernikahan membawa manusia pada peran sebagai orang tua.
Bagi perempuan, ada fase mengandung atau hamil sebelum nantinya ia akan melahirkan anak. Dalam menyambut kelahiran anak, calon ibu dan calon ayah biasanya akan sangat bersemangat menyiapkan banyak hal. Mulai dari belajar soal pengasuhan anak, membuat daftar keperluan anak yang harus dipenuhi, hingga membuat garis-garis aturan yang ingin dijalankan ketika anaknya lahir.
Hal yang paling sering kita dengar hari ini adalah soal cara mengajak anak agar mau dan senang belajar bersama orang tua, misalnya sabar, tidak rewel, atau bahkan cara agar anak mau makan semua yang disajikan oleh ibunya.
Pertanyaannya, jika anak harus belajar pada orang tua, apakah orang tua juga harus belajar kepada anak?
Jika kita mau mencoba mengalkulasi hal-hal yang harus dipelajari dalam dunia parenting (termasuk soal belajar sabar menghadapi anak, manajemen emosi, dan lainnya), tanpa disadari ternyata pihak yang lebih banyak bersabar adalah anak. Mengapa?
Sejak lahir, anak punya tanggung jawab untuk mengikuti seluruh aturan dan cara yang digunakan manusia dewasa. Ia harus mau bersabar untuk belajar mengenali orang tua, belajar menyusu pada ibunya, hingga ketika ia mulai belajar makan pun ia harus bersabar dengan segala yang disajikan. Pernahkah anak protes dan tidak mengikuti hal yang telah disiapkan untuknya? Tentu tidak.
Pada kondisi psikologis yang sangat dinamis di diri orang tua baru, kemauan untuk belajar dari anak perlu ditanamkan agar tidak merasa dituntut menjadi orang tua yang sempurna. Pemahaman bahwa dalam dunia pengasuhan ada banyak cara yang berbeda juga perlu disadari, sehingga orang tua tidak sibuk bersedih dan merasa bersalah ketika langkahnya tidak sama dengan langkah orang tua lain.
Jika kondisi tersebut mulai dibiasakan, secara berangsur ia akan terus mau belajar memahami anak dan tidak akan menuntut anak untuk hanya mengikuti aturan. Penerimaan pada peran anak sebagai manusia juga akan mengubah pemikiran, dari yang fokus pada peraturan kemudian berubah menjadi penerimaan dan upaya memfasilitasi proses kehidupan anak.
Ternyata, kewajiban belajar dalam hidup bukan hanya ada pada anak. Orang tua juga senyatanya harus mau belajar kepada anak, dan menerima bahwa mereka memiliki peran yang sama, yaitu peran sebagai manusia.