Belajar adalah sebuah kewajiban. Tapi berguru dengan guru khusus hanya menjadi pilihan bagi sebagian besar orang. Kita bisa lihat dengan mudah, berapa juta orang yang mendengar kajian Ustadz Abdul Somad. Tapi ada berapa banyak orang yang berguru langsung dengan beliau? Atau pertanyaannya dipersempit, ada berapa banyak orang yang berdakwah bersama beliau? Sedikit dan semakin sedikit. Kita lebih ingin mencari yang mudah dibandingkan memperjuangkan yang sedikit lebih susah. Tentu saja, ganjaran pahalanya berbeda.

Apa sih yang dimaksud berguru?

Bukan hanya sekedar menjadi fans saja, tapi juga belajar bersama seorang tersebut. Membersamainya, bahkan berdakwah bersama.

Tulisan ini adalah potongan bagian dari karya tulis populer yang ditulis oleh Rezky Firmansyah. Selengkapnya bisa klik link Berguru, Konsep Akselerasi dalam Hidup dan Dakwah.

Bagaimana Caranya Memulai Berguru?

“Saya ingin memulai, tapi bingung harus mulai darimana”?

Pertanyaan yang sangat wajar dilontarkan. Dari hasil diskusi dan tambahan referensi lain, berikut beberapa jawaban yang didapatkan.

1. Temukan Guru yang Realistis Dicapai

Seperti yang disampaikan Randi Iqbal, ada alasan tersendiri kenapa dia memilih seorang guru. Seorang yang bikin dia “jatuh cinta” pada pandangan pertama. Ada chemistry. Tapi jatuh “cinta saja” tidak cukup. Butuh indikator lain sebagai penguat. Yaitu realistis dicapai.

Pemuda hijrah seringkali terjebak pada kemasan. Memilih tokoh terkenal sebagai guru berdasarkan jumlah follower di Instagram. Tidak salah. Tapi apakah realistis untuk dicapai? Apakah bisa dijumpai dalam waktu yang rutin? Bisa diskusi dan tukar pikiran bersama? Bisa membuat proyek kebaikan bersama?

2. Guru yang Bersedia Mengajar

Guru itu ada. Pertanyannya, apakah murid siap untuk berguru? Sebaliknya, apakah guru bersedia mengajarkan? Karena ada juga guru yang tidak bisa mengajarkan intens. Setiap guru tentu punya metode yang berbeda.

Saya memberikan perhatian ekstra terhadap agenda-agenda rutin ini, sebab lebih berpotensi untuk membentuk pemikiran audiensnya, dan bahkan berguna untuk merintis semacam kaderisasi

Akmal Sjafril

Prinsip sederhana dalam kesiapan guru belajar dan mengajar. Akmal Sjafil sendiri selain mengajar di kajian, juga memberikan platform belajar lain yang bertingkat. Khususnya pada topik Ghazwul Fikr. Platform bertingkat tersebut dimulai dari #IndonesiaTanpaJIL, Sekolah Pemikiran Islam, hingga INSISTS.

3. Mulailah Pendekatan Kreatif

Pemuda hijrah seringkali gegabah dalam proses dakwah. Termasuk dalam proses pendekatan dengan guru. Bukan karena minimnya pengalaman pendekatan ketika hendak berpacaran. Tapi bisa jadi dikarenakan kurangnya sabar dan akhlak dalam memulai prosesnya.

Tentu tidak bijak jika hanya kenal sekali lalu tiba-tiba “menembak” seorang guru. Mulailah pendekatan. Dahulukan akhlak. Datangi kajiannya. Baca karyanya. Follow social media-nya. Lanjutkan dengan berbagai cara kreatif lainnya.

4. Punya Skill yang Bisa Ditawarkan

Ada banyak murid yang siap belajar. Tentu akan kewalahan bagi seorang guru untuk mengajarkan semua muridnya secara khusus. Maka salah satu penilaian guru untuk memutuskan adalah adanya keunggulan dari calon murid.

Hafidz Maulana, alumni UIN Pekanbaru jurusan tafsir hadist memulai proses belajarnya dengan sang guru Mawardi Muhammad Saleh, dikarenakan skill yang bisa ditawarkan. Skill yang sederhana tapi bisa membantu sang guru. Bisa menyupir. Bermula dari sebuah kesempatan di pertemuan keluarga, hingga singkatnya Hafidz menjadi supir beliau dalam setiap kajian di luar kota. Manfaatnya tentu saja punya banyak waktu untuk belajar dan diskusi dalam perjalanan.

5. Pasang Ekspektasi di Awal

Tidak ada guru yang sempurna. Apa yang terlihat di panggung oleh seorang murid hanyalah secuil dari banyaknya kehidupan seorang guru. Maka berekspetasi bahwa proses pembelajaran akan selalu menyenangkan atau guru yang sempurna hanyalah sebuah khayalan.

6. Pasang Pola Pikir Memberi Sebelum Menerima

Mendapatkan ilmu yang lebih merupakan salah satu tujuan berguru. Tapi tidak lantas proses penerimaan itu akan instan terjadi. Dahulukan memberi barulah menerima. Apa yang sudah diberi kepada guru dan proses yang sudah dijalani? Jika yang diberi hanya secuil, pantaskah meminta sewadah penuh kepada guru?

7. Kesabaran dan Akhlak Saat Belajar

Sabar dalam proses pembelajaran. Ada kalanya proses pembelajaran begitu membosankan, guru yang menjengkelkan, atau futurnya iman. Maklumi saja bahwa itu semua adalah lika-liku pembelajaran. Tapi apapun yang terjadi, tetap dahulukan akhlak yang mulia kepada guru. Tidak ada alasan kelak jika kita sudah berpindah guru, maka layak untuk menghina dan merendahkannya. Sadar diri bahwa apa yang dimiliki tidak seberapa dibandingkan guru.

Manfaat Berguru Langsung

1. Mendapatkan Ilmu Lebih Dahulu Dibandingkan yang Lain

Manfaat ini terutama dirasakan bagi murid yang meluangkan waktu banyak bersama guru sekaligus pengajar di institusi seperti kampus. Hafidz Maulana merasakannya langsung. Menjadi supir pribadi bagi gurunya ketika mengisi dakwah di luar kota, ada banyak waktu yang dihabiskan bersama. Ada banyak pertanyaan yang bisa diajukan dan langsung mendapatan jawaban. Ditambah lagi saat itu Hafidz masih berstatus sebagai mahasiswa. Pelajaran yang belum jelas atau materi yang akan dipelajari bisa ditanyakan langsung di perjalanan. Bagi mahasiswa, menjadikan dosen sebagai guru langsung layak dicoba.

2. Ilmu Jalanan dari Pengalaman Guru

Bukan hanya ilmu berdasarkan buku teks. Ada banyak ilmu jalanan yang bisa didapatkan oleh seorang murid. Ketika guru bercerita tentang pengalaman, pasti menjadi kesan tersendiri bagi murid. Misalkan saja Hafidz yang mendapatkan cerita pengalaman langsung dari gurunya. Dulu ketika menjadi pelajar, gurunya sengaja tidur berlaskan kelapa. Alasannya agar ketika kepala bergeser, maka dia terbangun. Ketika terbangun, sang guru pun melanjukan belajar. Ilmu yang dilihat langsung dengan mata kepala sendiri pun banyak yang bisa didapatkan. Misalkan kesibukan sang guru untuk tiada hari tanpa membaca. Di mobil membaca. Sebelum tidur membaca. Sesudah tidur membaca. Pengalaman personal seperti ini tidak bisa didapatkan  jika murid tidak dekat dengan sang guru.

3. Prinsip Hidup yang Kuat

Futur bisa saja terjadi kepada siapapun dan kapanpun. Dengan berguru langsung, probabilitas futur bisa diperkecil. Dekat dengan orang shalih bisa menularkan keshalihan. Keteguhan untuk memegang prinsip pun demikian. Karena murid bisa bertanya langsung kepada gurunya jika ada yang diragukan dan ingin ditanyakan.

4. Menambah Semangat Berkarya

Guru yang baik tidak akan mendiamkan muridnya begitu saja. Akan ada cara tersendiri oleh sang guru untuk meningkatkan kapasitas murid. Randi Iqbal misalkan, selalu mendapatkan semangat berkarya dari gurunya. Ouputnya bisa dilihat dari komunitas dakwah yang dia jalankan di Depok. Begitu pula Shiddiq yang mendapatkan tantangan Life Changing Experience ke Paris dalam program Rumah Peradaban.

Tentu ada banyak manfaat lain yang bisa dirasakan langsung. Mulai saja dan rasakan sendiri.

Share This

Share This

Share this post with your friends!