Menulis adalah aktivitas yang tidak lepas dari kehidupan di sekolah. Baik guru ataupun siswa pasti dekat kehidupannya menulis. Baik menulis yang dilakukan secara terpaksa atau dilakukan secara sukarela.

Di tulisan sebelumnya, kita sudah membahas tentang guru yang menulis. Ada beberapa manfaat yang akan guru dapatkan. Beberapa di antaranya adalah: meningkatkan kapasitas diri, memperluas manfaat, dan menambah peluang kolaborasi. Bagaimana dengan siswa yang menulis? Apa manfaatnya?

Siswa menulis yang dimaksud di tulisan ini bukanlah siswa yang terlibat aktif dalam ekstrakurikuler jurnalistik saja. Karena nyatanya, banyak siswa yang tidak aktif di ekstrakurikuler tersebut, tapi punya jalannya tersendiri untuk berkarya.

Apakah menulis itu bakat? Bolehlah kita berpendapat jika menulis adalah bakat. Tapi apa jadinya jika seseorang yang berbakat tidak bisa memanfaatkan bakatnya? Tidak akan menghasilkan apa-apa. Begitu pula sebaliknya. Jika seseorang yang dianggap tidak berbakat, apakah tidak bisa melakukan hal yang di luar bakatnya? Tentu bisa. Kenapa? Karena bakat hanyalah satu variabel dari banyaknya variabel dalam kehidupan.

Untuk lebih jelas, perumpamaannya begini.

Anggaplah seseorang yang berbakat poinnya 50. Jika seseorang berbakat dan mengoptimalkan bakatnya dengan latihan, maka percepatannya untuk mencapai angka 100 mungkin hanya butuh waktu 1 bulan.

Seseorang yang dianggap tidak berbakat, maka poinnya adalah 20. Dia tidak memulai dari titik yang sama dengan orang yang berbakat. Maka untuk mencapai angka 100 dia butuh waktu yang lebih lama dan latihan yang lebih keras. Mungkin dia butuh waktu lebih dari 1 bulan.

Dari dua perbandingan di atas, cukup jelas bukan bagaimana peran bakat dalam sebuah hasil?

Seorang siswa perlu untuk dikenalkan dengan bakatnya. Karena dengan kenal bakat, dia akan lebih percaya diri dalam meraih prestasi. Dia punya modal yang bisa dia andalkan dalam kehidupan di sekolah dan masa depan. Bisa jadi menulis adalah bakatnya, maka dukunglah dia. Jika menulis bukan bakatnya, tidak perlu juga dipaksa untuk menjadi penulis. Arahkan saja bahwa menulis memiliki banyak manfaat.

Ada begitu banyak lomba menulis. Baik lomba yang terbuka untuk umum atau lomba yang dikhususkan untuk siswa. Bagi seorang pendamping di sekolah, coba beri dukungan siswa untuk mencoba banyak hal baru. Memberanikan diri untuk melangkah yang sebelumya tidak pernah dia coba. Dalam perlombaan bisa jadi dia berhasil. Dengan begitu, tumbuhlah kepercayaan dirinya untuk terus berkarya. Jika belum menang, maka berikan dukungan dan evaluasi. Apa yang perlu diperbaiki. Jangan boro-boro menyabotase kepercayaan diri dan mengakatakan dia tidak punya bakat.

Aktif menulis sejak masa sekolah, kenapa tidak?

Ya, kenapa tidak. Karena menulis adalah satu dari sekian banyak aktivitas baik dalam kehidupan. Menulis bukanlah perihal bakat saja. Menulis adalah tentang memanfaatkan potensi yang Allah berikan kepada kita. Dengan menulis, ada banyak gagasan yang bisa kita berikan, perlombaan yang kita menangkan, dan tentunya amal jariah yang terus mengalir kepada penulis.

Ajarkan siswa untuk melihat menulis dalam kacamata yang lebih luas. Karena apa pun profesinya, menulis adalah aktivitas pendukung, bukan aktivitas yang hanya dilakukan oleh penulis, jurnalis, produser, dan beragam profesi lain.

Pengusaha pun butuh menulis agar pengalamannya menjadi pembelajaran bagi orang lain yang ingin menjadi pengusaha. Pejabat publik pun butuh menulis agar kebijakannya diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Dan guru pun butuh menulis agar dimuliakan karena karyanya.

Selamat memulai menulis!

Share This

Share This

Share this post with your friends!