Jika ada sebuah pertanyaan begini, apa jawabanmu.

“Kamu lebih sayang mana, ayah atau ibu?”

Setiap dari kita bisa jadi punya jawaban yang berbeda. Sebagian dari kita akan memilih ayah, sebagian yang lain memilih ibu. Siapa yang benar?

Mari kita simak salah satu ayat dalam Al-Qur’an.

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.
(Qs. Al-Ahqaaf: 15)

Allah memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orangtua. Akan tetapi pada penjelasan ibu, Allah lebih mendetailkan berdasarkan peran ibu terhadap anaknya. Lalu ditutup dengan doa yang indah agar kita mensyukuri kasih sayang yang dulu, kini, dan nanti mereka berikan kepada kita.

Selanjutnya, mari kita maknai kembali pesan nabi. Pesan yang tentunya tidak asing lagi kita dengar.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata,

Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’
(HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Ibu, ibu, ibu, lalu bapak. Seharusnya kita bisa lebih menyayangi ibu tiga kali lebih besar. Tapi jangan salah kaprah dengan pesan. Bermaksud ingin menyangi ibu tapi mengabaikan ayah. Bukan begitu maksudnya. Sayangi ibu dan tetap menyanyangi ayah.

Saya teringat dengan pesan menarik di sebuah kajian.

“Durhakalah seorang anak yang hanya mendoakan orangtuanya hanya 5 kali dalam sehari.”

Sejenak saya merenung. Bagaimana mungkin seorang anak yang “sudah” mendoakan orangtua 5 kali disebut durhaka. Lantas bagaimana dengan anak yang lupa untuk mendoakan orangtuanya dalam sehari saja? Lantas disebut apa mereka? Atau bahkan itu termasuk kita yang lupa mendoakan orangtua.

Pesan tadi pun dilanjutkan oleh ustadz tersebut. Lebih kurang beginilah pesan yang saya tangkap.

Dalam sehari semalam, tentu ada banyak waktu dan tempat untuk berdoa yang mustajab. Misalkan ketika berpergrian, bukankah itu waktu berdoa? Di majelis ilmu, bukankah itu waktu yang mustajab untuk berdoa? Menjelang buka puasa, di sela waktu antara adzan dan iqomah, di saat turun hujan, dan masih banyak lagi waktu sehari semalam. Lantas dari sekian banyaknya waktu berdoa, kenapa hanya 5 kali dalam sehari semalam kita mendoakan orangtua?

Betul apa yang disebut oleh ustadz tersebut. Dari sekian banyak waktu untuk berdoa, bagaimana mungkin kita tega hanya mendoakan 5 kali dalam sehari?

Berdoalah atas orang tua kita. Karena setidaknya, itulah bukti “terkecil” kita menyayangi mereka.

Share This

Share This

Share this post with your friends!